PENDAHULUAN
“Prasetya Pesilat Indonesia”, yang terdiri dari 7 butir prasetya
sebagai satu kesatuan, adalah kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia
sebagai warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa
dan bernegaranya. Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir
prasetya yang pertama dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya
yang ketiga, keempat dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir
prasetya yang keenam dan ketujuh. Rumusan “Prasetya Pesilat Indonesia”
selengkapnya dan seutuhnya adalah sebagai berikut:
1. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur.
2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan
dan persatuan Bangsa.
5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan
berkepribadian Indonesia.
6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran
dan keadilan.
7. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan
godaan.
PENJELASAN UMUM
Dalam penjelasan ini, arti prasetya, yang artinya sama dengan ikrar,
adalah pernyataan janji kepada diri sendiri untuk memenuhi serangkaian
kewajiban. Arti Pesilat Indonesia adalah manusia Indonesia yang cinta,
setia, berbakti dan mengabdikan dirinya pada Pencak Silat, menjadikan
Pencak Silat sebagai kebanggaan dirinya dan sebagai sarana untuk
membangun pribadinya, baik rohaniah maupun jasmaniah. Arti kode etik
adalah rumusan singkat-padat dari serangkaian kewajiban-kewajiban luhur.
Arti korsa adalah kelompok manusia yang senasib, seperjuangan dan
setujuan serta berkeinginan untuk selalu bersatu dan berada dalam satu
kesatuan yang solid berlandaskan semangat persaudaraan dan kekeluargaan.
Arti kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah kehidupan
kelompok besar manusia yang dilandasi keinginan untuk berada dalam
kebersamaan (Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)) yang berwilayah dari Sabang sampai
ke Marauke.. Arti warga negara adalah manusia sebagai unsur terkecil
negara yang wajib memberikan kontribusi positif secara maksimal dalam
upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Arti
pejuang adalah manusia yang pantang menyerah dan pantang mundur serta
mengobsesikan kesuksesan dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Arti kesatria adalah manusia yang selalu
konsisten, konsekuen dan bertanggungjawab dalam menampilkan sikap,
perbuatan dan perilakunya terutama dalam rangka upaya untuk mencapai
tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni memelihara kekokohan
persatuan Bangsa Indonesia, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI, menegakkan nilai-nilai moral agama dan moral sosial di kalangan
pemimpin dan warga Bangsa Indonesia, mempertahankan jatidiri dan
kepribadian Indonesia di tataran global serta mewujudkan keamanan yang
mantap dan kesejahteraan sosial yang adil dan merata untuk seluruh
Bangsa Indonesia.
“Prasetya Pesilat Indonesia” merupakan esensi dari “Nilai-nilai
Luhur Pencak Silat Indonesia”, yakni nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam dimensi kejiwaan dan dimensi kejasmanian Pencak Silat sebagai
satu kesatuan, yang sejiwa dengan nilai-nilai luhur falsafah Pancasila.
Dimensi kejiwaan Pencak Silat adalah ajaran budi pekerti luhur,
sedangkan dimensi kejasmanian Pencak Silat adalah berbagai teknik
Pencak Silat yang saling tergantung dan saling berhubungan satu sama
lain beserta kiat-kiat (kecakapan) untuk mengkinerjakannya.
Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” pada dasarnya adalah
kewajiban-kewajiban mulia penting yang terpilih dari ajaran budi
pekerti luhur yang wajib dihayati dan diamalkan serta ditegakkan oleh
Pesilat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya sebagai
warga negara, pejuang dan kesatria. Penghayatan substansi tersebut
dilakukan dengan pembacaan, penghafalan dan pengucapan secara kontinyu
dan konstan, khususnya dalam acara-acara penting yang diadakan dan
dihadiri oleh Pesilat-Pesilat Indonesia. Penghayatan dengan cara
seperti itu bertujuan untuk menamkan semangat “Prasetya Pesilat
Indonesia” serta membangun jiwa kebangsaan dan ahlak (nation and
character building) dan sekaligus juga untuk memperkokoh jiwa korsa
(l’esprit de corps) Pesilat Indonesia.
Ajaran budi pekerti luhur adalah generalisasi (generalization) dan
nama umum (general name) dari ajaran moral masyarakat lokal dan etnis
di Indonesia yang cukup banyak jumlah dan ragamnya. Walaupun beragam,
ajaran-ajaran moral itu mempunyai inti yang sama, yakni pandangan hidup
dan wejangan arif-bijaksana kepada manusia dalam kaitan dengan
pengolahan dan pembinaan budi pekertinya.
Menurut ajaran budi pekerti luhur, manusia berasal dari Tuhan dan
akan kembali kepada Tuhan. Karena manusia berasal dari Tuhan, maka
status manusia adalah mulia (insan kamil). Agar manusia dengan
kemuliaannya itu dapat diterima oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya
apabila pada waktunya nanti ia kembali atau pulang kepada Tuhan
(berpulang ke Rahmatullah), maka selama hidupnya maupun dalam kehidupan
dan perjalanan hidupnya ia wajib beriman teguh dan bertaqwa kepada
Tuhan, yakni percaya dan berserah diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan
serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan
konsekuen. Niat (nawaitu) dan amalan-amalan hidupnya semata-mata karena
Tuhan dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan ridho Tuhan.
Manifestasi kejiwaan dalam wujud moral individual dari keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan itu adalah budi pekerti luhur. Dengan demikian,
ajaran budi pekerti luhur adalah ajaran yang ber-Ketuhanan (religius).
Budi adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur karsa,
rasa dan cipta. Makna kata-kata itu adalah aktivitas kehendak, perasaan
dan penalaran (willing, sensing and reasoning). Pekerti adalah ahlak
(character). Luhur adalah mulia atau terpuji (nobel, high esteem).
Dengan demikian, makna budi pekerti luhur adalah aktivitas kehendak,
perasaan dan penalaran serta ahlak yang mulia berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan. Karsa menentukan keharusan dan larangan, rasa
menentukan baik dan buruk, cipta menentukan benar dan salah. Karena itu,
karsa berkaitan dengan mental-spiritual, rasa dengan emosi dan cipta
dengan intelegensia (kecerdasan).
Ajaran budi pekerti luhur mewejang kepada manusia agar terus-menerus
mengolah dan membina budi pekertinya secara optimal yang diarahkan
pada perwujudan kearifan mental-spiritual (ahlak , moral), emotional
dan intelegensial. Kearifan di sini berarti kemampuan memilah
(membedakan) dan memilih (menentukan) secara benar dan tepat dalam
kerangka usaha untuk mewujudkan suatu kemuliaan. Pengolahan dan
pembinaan karsa bahkan harus diarahkan pada perwujudan kemanunggalan
karsa manusia dengan Karsa Tuhan serta memposisikan, memfungsikan dan
memerankan karsa sebagai pemimpin, pengarah dan pengendali rasa, cipta
dan ahlak. Dengan cara demikian, semua amalan manusia akan berlandaskan
pada kearifan dan akan selaras dengan Karsa Tuhan, yang berarti akan
mendapat ridho Tuhan dan akan menjadikan manusia bernilai mulia di
hadapan Tuhan dan sesama manusia. Dengan demikian, ajaran budi pekerti
luhur merupakan pandangan hidup dan wejangan tentang kearifan. Karena
terwariskan dan harus senantiasa dijunjung tinggi oleh warga bangsa
Indonesia, ajaran budi pekerti luhur yang religius itu berstatus
sebagai pandangan hidup dan kearifan tradisional bangsa Indonesia.
Menurut ajaran budi pekerti luhur yang berlandaskan pada Ketuhanan,
manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya mempunyai empat
kedudukan mulia sebagai satu kesatuan. Yang pertama adalah kedudukan
sebagai mahluk Tuhan, karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali
kepada Tuhan. Tuhan adalah asal dan tujuan hidup semua mahluk (Jawa :
sangkan paraning dumadi). Yang kedua adalah kedudukan sebagai mahluk
pribadi, karena setiap manusia mempunyai kepribadian (personality)
tersendiri yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Kepribadian
merupakan karakteristik setiap manusia. Yang ketiga adalah kedudukan
sebagai mahluk sosial, karena di dunia ini manusia tidak hidup sendiri
tetapi hidup dalam masyarakat bersama-sama dan berinteraksi dengan
manusia lain. Yang keempat adalah kedudukan sebagai mahluk alam semesta.
karena manusia hidup di suatu lingkungan hidup yang merupakan bagian
integral dari alam semesta beserta isinya (ecology) yang diciptakan oleh
Tuhan untuk manusia sebagai karunia-Nya.
Untuk masing-masing kedudukannya itu manusia mempunyai kewajiban
mulia (noblesse oblige) yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya dan
seoptimal mungkin. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk Tuhan, adalah
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta senantiasa menegakkan
nilai-nilai Ketuhanan atau nilai-nilai agama. Kewajiban mulia manusia
sebagai mahluk pribadi, adalah meluhurkan pribadinya dan senantiasa
menegakkan nilai-nilai moral pribadi. Kewajiban mulia manusia sebagai
mahluk sosial, adalah menegakkan perdamaian dan persahabatan serta
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan kultural.
Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk alam semesta, adalah mencintai
dan mengamankan lingkungan hidupnya serta senantiasa menegakkan
nilai-nilai natural-universal. Kewajiban-kewajiban itu saling terkait
dan berhubungan satu sama lain. Pemenuhannya diarahkan untuk mencapai
satu tujuan, yakni mendapatkan ridho Tuhan.
Dalam hubungan dengan status, posisi dan kewajiban manusia, ajaran
budi pekerti luhur mengandung tujuh visi, wawasan atau sikap pandang
yang bersifat normatif dan imperatif untuk diaplikasikan dan
diwujudkan, yakni wawasan Ketuhanan, kemanusiaan, perdamaian dan
persahabatan, ketahanan, pembangunan, kejuangan dan kekesatriaan.
Berdasarkan pada wawasan-wawasan tersebut, setiap pengamalan manusia
(1) harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan,
(2) harus tidak
melanggar etika kemanusiaan yang adil dan beradab (hak asasi manusia),
(3) harus bersikap damai dan bersahabat dalam menghadapi siapa saja,
(4) harus dapat mewujudkan ketangguhan dan keuletan mental dan fisikal
dalam menghadapi
berbagai kendala dan permasalahan,
(5) harus dapat
meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus dalam rangka mengejar
kemajuan, (6) harus bersikap pantang menyerah dan terus maju dalam
perjuangan untuk mewujudkan tujuan
yang mulia dan
(7) harus senantiasa
konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam menampilkan
sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta tahan-uji dalam menghadapi
segala cobaan dan godaan.
Ajaran budi pekerti luhur merupakan ukuran normatif dan imperatif
(normative and imperative measures) manusia dalam hidup, kehidupan dan
perjalanan hidupnya sehari-hari. Ukuran ini mengharuskan manusia untuk
memiliki daya, kesanggupan dan ketahanan pengendalian diri yang kuat,
yang dengan itu ia wajib mengendalikan kepentingannya. Mengendalikan
diri bukan mengekang diri, tetapi menguasai, menempatkan, membawa,
memfungsikan, memerankan dan mengarahkan diri dengan cara dan untuk
tujuan yang mulia atas dasar kesadaran sendiri, rasa percaya diri dan
niat yang mandiri. Dengan demikian, tujuan ajaran budi pekerti luhur
adalah membentuk manusia yang mempunyai sifat taqwa, tanggap, tangguh,
tanggon, trengginas.
Yang dimaksud dengan taqwa adalah beriman teguh kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan melaksanakan seluruh ajaran-Nya secara persisten,
konsisten dan konsekuen, berbudi pekerti luhur, terus meningkatkan
kualitas diri serta selalu menempatkan, memerankan dan memfungsikan
dirinya sebagai warga masyarakat yang senantiasa mengendalikan diri,
rendah hati dan berdedikasi (berpengabdian) sosial, berdasarkan rasa
kebersamaan, rasa kerukunan, rasa perdamaian, rasa persahabatan, rasa
kesetiakawanan, rasa kepedulian, rasa tanggungjawab sosial dan rasa
tanggungjawab terhadap Tuhan.
Yang dimaksud dengan tanggap adalah peka, peduli, antisipatif,
pro-aktif dan mempunyai kesiapan diri terhadap segala hal, termasuk
perubahan dan perkembangan yang terjadi, berikut semua kecenderungan,
tuntutan dan tantangan yang menyertainya, berdasarkan sikap berani
mawas diri dan terus meningkatkan kualitas diri.
Yang dimaksud dengan tangguh adalah keuletan dan kesanggupan untuk
mengembangkan kemampuan dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan
serta mengatasi setiap persoalan, hambatan, gangguan dan ancaman maupun
untuk mencapai sesuatu tujuan mulia, berdasarkan sikap pejuang sejati
yang pantang menyerah.
Yang dimaksud dengan tanggon adalah mempunyai rasa harga diri dan
kepribadian yang kuat, penuh perhitungan dalam bertindak, berdisiplin,
selalu ingat dan waspada serta tahan-uji terhadap segala godaan dan
cobaan, berdasarkan sikap mental yang teguh, konsisten dan konsekuen
memegang prinsip.
Yang dimaksud dengan trengginas adalah enerjik, aktif, eksploratif,
kreatif, inovatif, berpikir luas dan jauh ke masa depan, sanggup
bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi
diri sendiri dan masyarakat, berdasarkan sikap kesediaan untuk
membangun diri sendiri dan sikap merasa bertanggungjawab atas
pembangunan masyarakatnya serta dorongan dan semangat untuk terus maju
dan bermutu.
Perlu dan pentingnya memelihara budi pekerti luhur sangat disadari
oleh Bapak-bapak pendiri (the founding fathers) Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang arif dan bijaksana serta berwawasan luas dan
jauh ke masa depan. Dalam penjelasan mengenai pokok pikiran ke-4
Pembukaan UUD 1945 para founding fathers itu menitipkan pesan-pesan
yang isinya antara lain agar para penyelenggara negara memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur. Menurut pandangan mereka, penyelenggara
negara adalah pemimpin, pemuka, panutan dan pamong formal masyarakat
(the ruling elite). Karena itu mereka wajib menjadi panutan dan teladan
bagi masyarakat dalam memelihara budi pekerti luhur.
Mereka harus
menjadi pemimpin yang senantiasa memberi teladan dalam segala hal,
terutama sekali dalam memelihara budi pekerti luhur. Baik-buruknya budi
pekerti masyarakat tergantung pada baik-buruknya budi pekerti para
penyelenggara negara. Apabila para penyelenggara negara sebagai the
ruling elite bersama seluruh warga masyarakat mampu memelihara budi
pekerti luhur secara persisten, konsisten dan konsekuen, maka akan
tercipta dan terpelihara suatu keadaan umum yang kondusif bagi
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur (masyarakat tata-tentrem
kerta-raharja) yang penuh pengampunan Tuhan (baldatun toyyibatun wa
robun ghafur).
PENJELASAN KHUSUS
Di bawah ini disampaikan penjelasan mengenai masing-masing butir
Prasetya Pesilat Indonesia, dengan maksud agar Pesilat Indonesia dapat
menghayatinya dengan baik dan benar serta mempunyai motivasi yang
mantap dalam mengamalkannya secara persiten, konsisten dan konsekuen.
Butir pertama
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa
merupakan sumber bagi terbentuknya dan adanya budi pekerti luhur pada
diri manusia. Manusia tidak akan pernah memiliki budi pekerti luhur
apabila tidak bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Budi pekerti luhur
adalah manifestasi kejiwaan dari sikap bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Arti bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah beriman kepada-Nya
serta mengamalkan semua ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan
konsekuen. Arti berbudi pekerti luhur adalah memiliki karsa, rasa,
cipta dan akhlak yang mulia serta perwujudannya dalam bentuk sikap,
perilaku dan perbuatan yang terkendali. Dengan perkataan lain,
perwujudan budi pekerti luhur adalah kesanggupan untuk selalu
mengendalikan diri dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Hal
ini merupakan tolok ukur dari manusia yang bermartabat tinggi.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur
merupakan satu kesatuan terpadu. Keduanya harus menjadi basis mental
dan basis motivasi manusia Indonesia, termasuk Pesilat Indonesia. Dalam
kaitan itu, Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara
yang selalu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, dalam arti selalu beriman kepada-Nya serta melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya secara
konsisten dan konsekuen serta senantiasa mengamalkan budi pekerti luhur
dengan menampilkan sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta ahlak
yang terpuji dalam kehidupannya sehari-hari sebagai warga negara dan
dalam interaksinya dengan warga negara yang lain.
Butir kedua
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Pancasila adalah dasar
Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea keempat. UUD 1945 telah mengalami amandemen 4 kali, tetapi
Pembukaannya tetap dipertahankan dalam keadaan utuh. Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan penjabaran dari Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Di dalamnya tertera
cita-cita nasional Rakyat Indonesia. Rumusan dari cita-cita nasional
tersebut adalah :
1. Memiliki Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
(alinea kedua).
2. Berkehidupan kebangsaan yang bebas (alinea ketiga).
3. Memiliki Pemerintah yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh Tumpah
Darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan
Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial
(bagian pertama alinea keempat).
4. Memiliki susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia (bagian akhir
alinea keempat).
Berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen,
yang dimaksud dengan
Negara Indonesia dan Negara Republik Indonesia
dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang melandasi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, NKRI adalah :
1. Negara Persatuan yang melindungi dan meliputi segenap Bangsa Indonesia seluruhnya.
2. Negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
4. Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai satu kesatuan merupakan Perjanjian Luhur Rakyat
Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya.
Menurut Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro dalam bukunya “Pancasila Secara
Ilmiah Populer”, Sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkhis dan
satu sama lain mempunyai hubungan yang saling mengikat, sehingga
Pancasila merupakan satu kesatuan keseluruhan yang bulat, dalam arti
tiap-tiap Sila di dalamnya mengandung Sila-Sila lainnya dan
dikualifikasi oleh Sila-Sila lainnya itu. Rumusan Sila-Sila Pancasila
sebagai satu kesatuan keseluruhan dalam susunannya yang hierarkhis
adalah sebagai berikut :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta meliputi
dan menjiwai Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Sila Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta meliputi
dan menjiwai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Persatuan
Indonesia serta meliputi dan menjiwai Sila Keadilan Sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia.
5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan
dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Sila Persatuan Indonesia dan Sila Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan aturan dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara Bangsa Indonesia di wilayah NKRI. Aturan dasar ini merupakan
penjabaran dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang
Dasar 1945 dapat diamandemen tetapi setiap hasil mandemen harus sejiwa
dengan pokok-pokok pikiran dan cita-cita nasional Rakyat Indonesia yang
terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang sanggup
membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal
ini pada dasarnya berarti kesanggupan untuk membela keberadaan,
kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta mempertahankan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 maupun mengamalkan dan menegakkan
nilai-nilainya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Butir ketiga
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tanah Air (fatherland)
Indonesia sangat luas wilayahnya. Ditinjau dari segi geografis,
Indonesia terdiri dari 17.667 pulau besar dan kecil. Luas wilayah
daratnya 735.000 mil2 dan terserak meliputi wilayah seluas 4.000.000
mil persegi. Untaian pulau-pulau ini membentang sepanjang 3.000 mil dan
melebar sepanjang 1.000 mil. Dengan demikian, Indonesia merupakan
negara yang wilayahnya paling terserak di dunia. Di wilayah Tanah Air
Indonesia ini terdapat kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat
maupun di laut, serta keindahan alam yang mengagumkan.
Ditinjau dari segi etnis, agama, ras, bahasa, adat-istiadat, tradisi
dan budaya, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan
ini merupakan kenyataan sosiologis dan kultural yang telah berakar
dalam sejarah masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih dari
300 kelompok etnis dan 50 bahasa yang satu sama lain amat berbeda.
Kemajemukan telah menjadi ciri Bangsa Indonesia yang paling khas.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling heterogen di dunia.
Masing-masing kelompok etnis mewarisi peninggalan-peninggalan budaya
yang penuh pesona dari leluhurnya.
Kekayaan alam yang berlimpah, keindahan alam yang mengagumkan dan
peninggalan-peninggalan budaya yang mempesona, adalah karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang wajib disyukuri. Rasa syukur itu harus diwujudkan dalam
bentuk kecintaan setiap warga negara Indonesia kepada Bangsa dan Tanah
Ainya.. Dalam kecintaan itu terkandung kemauan dan kemampuan untuk (1)
selalu membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, (2)
mempertahankan dan mengamankan Bangsa dan Tanah Air Indonesia dari
berbagai ancaman apapun bentuknya dan dari manapun datangnya, dan (3)
melestarikan kekayaan dan keindahan alam Indonesia maupun
peninggalan-peninggalan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang yang tangguh dalam
memperjuangkan, membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya.
Walaupun sifatnya heterogen (beragam) dalam suku, budaya, adat, dan
agama, Bangsa Indonesia selalu berada dalam persatuan dan kesatuan yang
semakin kokoh, sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang
berarti walaupun beraneka ragam tetapi merupakan satu kesatuan.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang mencintai
Bangsa dan Tanah Airnya. Hal ini berarti bahwa Pesilat Indonesia harus
lebih menonjolkan dan mengutamakan dirinya sebagai warga Bangsa
Indonesia daripada sebagai warga suku dan daerah asalnya. Suku dan
daerah asal harus dipandang sebagai bagian integral dari Bangsa dan
Tanah Air Indonesia.
Selain itu, Pesilat Indonesia juga berkewajiban untuk berpartisipasi
aktif dalam upaya mempertahankan serta mengamankan Bangsa dan Tanah
Airnya dari berbagai ancaman dari manapun datangnya dan apapun
bentuknya maupun dalam upaya melestarikan kekayaan dan keindahan
alamnya serta peninggalan-peninggalan budaya leluhurnya.
Butir keempat
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemajemukan bangsa Indonesia
dapat merupakan kekayaan yang penuh manfaat konstruktif tetapi dapat
juga menjadi sumber persoalan yang distruktif. Keterserakan wilayah
Tanah Air Indonesia juga telah mempersulit kesatuan dan integrasi
sosial maupun nasional. Kemajemukan bangsa dan keterserakan wilayah
yang sedemikian itu menuntut adanya keinginan dari unsur-unsur bangsa
Indonesia untuk selalu bersatu (Ernest Renant : le desire d’etre
ensemble) disertai kemauan dan kemampuan untuk bertoleransi terhadap
hak, kepentingan, pendapat dan keyakinan pihak lain. Kemajemukan
memerlukan mekanisme sosial dan kultural untuk mengatur
perbedaan-perbedaan serta perwujudan kepentingan dan hak setiap orang
dan kelompok. Kemajemukan mensyaratkan ketertiban, disiplin dan
kerukunan.
Dalam kaitan itu, membina dan melihara kesatuan dan keutuhan bangsa
dan wilayah Tanah Air Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Hal
tersebut berarti bahwa kepentingan bangsa dan Tanah Air Indonesia lebih
penting daripada kepentingan suku dan daerah. Segala macam bentuk
etnosentrisme, daerahisme, promordialisme dan sektarianisme yang dapat
melemahkan semangat persaudaraan dan persatuan Bangsa harus ditiadakan
sampai ke akar-akarnya.
Berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia di dalam usaha mencapai,
membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya adalah karena adanya
persatuan yang dijiwai semangat persaudaraan di antara semua warga
bangsa Indonesia. Persatuan merupakan hal yang sangat penting dan
strategis bagi bangsa Indonesia yang bersuku-suku dan menempati
pulau-pulau yang tersebar luas.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang menjunjung
tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa dengan mencegah atau
mengatasi berbagai bentuk pemenuhan kepentingan pribadi, suku, daerah
dan golongan yang dapat merusak persaudaraan dan persatuan bangsa.
Butir kelima
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemerdekaan adalah jembatan
emas, melalui mana bangsa Indonesia dapat mengisi kemerdekaannya dengan
pembangunan di segala bidang untuk mencapai kemajuan yang setara
dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di negara-negara maju. Segala hal
yang menghambat, mengganggu dan mengancam upaya untuk mengejar kemajuan
harus diatasi. Kemajuan yang harus dikejar dan dicapai adalah kemajuan
yang memberikan kekondusifan bagi pengamalan nilai-nilai moral,
sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun
bagi terwujudnya kesejahteraan sosial yang adil dan merata kepada
seluruh bangsa Indonesia.
Kemajuan itu harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, yang
berarti tetap berjatidiri Indonesia. Kepribadian dan jatidiri Indonesia
itu sendiri harus tetap berakar pada budaya, tradisi dan adat-istiadat
serta nilai-nilai moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat. Kemajuan dan kepribadian Indonesia merupakan
satu kesatuan terpadu. Dalam kerangka kemajuan yang dapat dicapai,
kepribadian Indonesia harus dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang
terus-menerus mengejar kemajuan agar dengan itu ia dapat memberikan
karya positif bagi kemajuan bangsa dan negaranya. Tetapi dalam upaya
mengejar kemajuan itu, ia harus tetap mempertahankan dan melestarikan
kepribadian Indonesia. Dengan perkataan lain, kemajuan-kemajuan yang
dicapai harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, sehingga
kemajuan-kemajuan itu akan tetap berjatidiri Indonesia.
Butir keenam
Pesilat Insonesia harus menyadari bahwa kebenaran, kejujuran dan
keadilan merupakan kondisi dasar yang memungkinkan terlaksananya
berbagai upaya kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dengan baik.
Dalam kaitan itu, untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan
berbangsa dan bernegara, setiap unsur bangsa harus menegakkan atau
membudayakan kebenaran, kejujuran dan keadilan pada dirinya sendiri dan
setelah itu dilanjutkan dengan memasyarakatkan dan membudayakannya
seluas-luasnya dan merata ke semua unsur bangsa di seluruh wilayah
negara. Seiring dengan itu, segala bentuk upaya yang menyangkut
masyarakat, bangsa dan negara harus dilakukan dengan benar, jujur dan
adil. Hasil-hasil yang dicapai dengan upaya itu pun juga harus
didistribusikan dengan benar, jujur dan adil. Apabila tidak demikian,
akan terjadi keresahan, kegelisahan, kecemburuan dan kecurigaan sosial,
yang pada gilirannya akan menimbulkan gejolak sosial, konflik sosial,
keributan sosial, kekerasan sosial dan lain-lain sejenisnya yang
mengganggu stabilitas nasional dan melemahkan Ketahanan Nasional.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang
senantiasa dan terus berusaha menegakkan kebenaran, kejujuran dan
keadilan. Menegakkan berarti mewujudkan menjadi kenyataan. Hal ini
tidak mudah. Karena itu, penegakan kebenaran, kejujuran dan keadilan
harus dimulai dari diri sendiri, yang berarti setiap kata yang
dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan harus benar, jujur dan adil,
bukan bagi dirinya sendiri saja tetapi juga bagi orang lain.
Butir ketujuh
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa cobaan dan godaan yang
bermacam-macam bentuknya merupakan kendala utama yang dapat
menggagalkan keberhasilan manusia dalam upaya untuk mencapai tujuan
atau cita-citanya, serta dapat meniadakan kemauan dan kemampuan. Cobaan
dan godaan yang tidak teratasi akan melemahkan bahkan meniadakan daya
pengendalian diri dan pada gilirannya dapat menjatuhkan atau menurunkan
martabat diri.
Karena itu, setiap unsur bangsa harus senantiasa tahan-uji dalam
menghadapi cobaan dan godaan. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berdisiplin, mengendalikan diri serta menegakkan
kebenaran, kejujuran dan keadilan, dapat menguatkan ketahanujian
manusia dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan. Ketahanujian semua
unsur bangsa yang kuat akan memberikan kekondusifan bagi suksesnya
upaya untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang selalu
tahan uji, yakni tanggap (cepat mengetahui), tangguh (ulet dan
berkemampuan) sera tanggon (tegar tak tergoyahkan) dalam menghadapi
setiap cobaan dan godaan, apapun bentuknya dan dari manapun datangnya.
Hal itu akan dapat terwujud apabila Pesilat Indonesia selalu meneguhkan
ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meluhurkan budi pekertinya
serta memperkuat disiplin dan daya pengendalian dirinya.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari keseluruhan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. “Prasetya Pesilat Indonesia” adalah
pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
di NKRI. Pernyataan janji tersebut adalah dalam kedudukannya sebagai
warga negara, sebagai pejuang dan sebagai kesatria. Sebagai warga
negara ia wajib memenuhi kewajiban-kewajiban kebangsaan dan
kenegaraannya. Sebagai pejuang ia wajib meneruskan perjuangan generasi
pendahulunya dalam rangka menegakkan dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia. Sebagai kesatria ia wajib berdisiplin serta bertindak
konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban sosial dan nasionalnya maupun dalam meneruskan
perjuangan generasi pendahulunya
2. Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” yang dihayati dengan baik
dan benar dapat membentuk semangat kebangsaan dan ahlak yang berguna
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Pengamalan “Prasetya Pesilat Indonesia” yang persisten, konsisten
dan konsekuen akan memperkuat jiwa korsa dan semangat persatuan Pesilat
Indonesia serta membuat Pesilat Indonesia dan korsanya mampu
memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya-upaya untuk
mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian penjelasan singkat mengenai “Prasetya Pesilat Indonesia”.
Semoga penjelasan ini dapat membuat Pesilat Indonesia semakin menghayati
keseluruhan substansi yang terkandung dalam “Prasetya Pesilat
Indonesia” serta semakin mampu untuk mengamalkannya secara persisten,
konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.