Laman

Rabu, 05 Februari 2014

PENJELASAN TENTANG “PRASETYA PESILAT INDONESIA”




PENDAHULUAN

        “Prasetya Pesilat Indonesia”, yang terdiri dari 7 butir prasetya sebagai satu kesatuan, adalah kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia sebagai warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir prasetya yang pertama dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya yang ketiga, keempat dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir prasetya yang keenam dan ketujuh. Rumusan “Prasetya Pesilat Indonesia” selengkapnya dan seutuhnya adalah sebagai berikut:

1. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 
    dan berbudi pekerti luhur.

2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila 
    dan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.

4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan
    dan persatuan Bangsa.

5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan
    berkepribadian Indonesia.

6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran
    dan keadilan.

7. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan 

    godaan.


PENJELASAN UMUM

       Dalam penjelasan ini, arti prasetya, yang artinya sama dengan ikrar, adalah pernyataan janji kepada diri sendiri untuk memenuhi serangkaian kewajiban. Arti Pesilat Indonesia adalah manusia Indonesia yang cinta, setia, berbakti dan mengabdikan dirinya pada Pencak Silat, menjadikan Pencak Silat sebagai kebanggaan dirinya dan sebagai sarana untuk membangun pribadinya, baik rohaniah maupun jasmaniah. Arti kode etik adalah rumusan singkat-padat dari serangkaian kewajiban-kewajiban luhur. Arti korsa adalah kelompok manusia yang senasib, seperjuangan dan setujuan serta berkeinginan untuk selalu bersatu dan berada dalam satu kesatuan yang solid berlandaskan semangat persaudaraan dan kekeluargaan. Arti kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah kehidupan kelompok besar manusia yang dilandasi keinginan untuk berada dalam kebersamaan (Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)) yang berwilayah dari Sabang sampai ke Marauke.. Arti warga negara adalah manusia sebagai unsur terkecil negara yang wajib memberikan kontribusi positif secara maksimal dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.

         Arti pejuang adalah manusia yang pantang menyerah dan pantang mundur serta mengobsesikan kesuksesan dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Arti kesatria adalah manusia yang selalu konsisten, konsekuen dan bertanggungjawab dalam menampilkan sikap, perbuatan dan perilakunya terutama dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni memelihara kekokohan persatuan Bangsa Indonesia, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, menegakkan nilai-nilai moral agama dan moral sosial di kalangan pemimpin dan warga Bangsa Indonesia, mempertahankan jatidiri dan kepribadian Indonesia di tataran global serta mewujudkan keamanan yang mantap dan kesejahteraan sosial yang adil dan merata untuk seluruh Bangsa Indonesia.
           “Prasetya Pesilat Indonesia” merupakan esensi dari “Nilai-nilai Luhur Pencak Silat Indonesia”, yakni nilai-nilai luhur yang terkandung dalam dimensi kejiwaan dan dimensi kejasmanian Pencak Silat sebagai satu kesatuan, yang sejiwa dengan nilai-nilai luhur falsafah Pancasila. Dimensi kejiwaan Pencak Silat adalah ajaran budi pekerti luhur, sedangkan dimensi kejasmanian Pencak Silat adalah berbagai teknik Pencak Silat yang saling tergantung dan saling berhubungan satu sama lain beserta kiat-kiat (kecakapan) untuk mengkinerjakannya.

         Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” pada dasarnya adalah kewajiban-kewajiban mulia penting yang terpilih dari ajaran budi pekerti luhur yang wajib dihayati dan diamalkan serta ditegakkan oleh Pesilat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya sebagai warga negara, pejuang dan kesatria. Penghayatan substansi tersebut dilakukan dengan pembacaan, penghafalan dan pengucapan secara kontinyu dan konstan, khususnya dalam acara-acara penting yang diadakan dan dihadiri oleh Pesilat-Pesilat Indonesia. Penghayatan dengan cara seperti itu bertujuan untuk menamkan semangat “Prasetya Pesilat Indonesia” serta membangun jiwa kebangsaan dan ahlak (nation and character building) dan sekaligus juga untuk memperkokoh jiwa korsa (l’esprit de corps) Pesilat Indonesia.

        Ajaran budi pekerti luhur adalah generalisasi (generalization) dan nama umum (general name) dari ajaran moral masyarakat lokal dan etnis di Indonesia yang cukup banyak jumlah dan ragamnya. Walaupun beragam, ajaran-ajaran moral itu mempunyai inti yang sama, yakni pandangan hidup dan wejangan arif-bijaksana kepada manusia dalam kaitan dengan pengolahan dan pembinaan budi pekertinya.

         Menurut ajaran budi pekerti luhur, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Karena manusia berasal dari Tuhan, maka status manusia adalah mulia (insan kamil). Agar manusia dengan kemuliaannya itu dapat diterima oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya apabila pada waktunya nanti ia kembali atau pulang kepada Tuhan (berpulang ke Rahmatullah), maka selama hidupnya maupun dalam kehidupan dan perjalanan hidupnya ia wajib beriman teguh dan bertaqwa kepada Tuhan, yakni percaya dan berserah diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen. Niat (nawaitu) dan amalan-amalan hidupnya semata-mata karena Tuhan dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan ridho Tuhan. Manifestasi kejiwaan dalam wujud moral individual dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan itu adalah budi pekerti luhur. Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur adalah ajaran yang ber-Ketuhanan (religius).

         Budi adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur karsa, rasa dan cipta. Makna kata-kata itu adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran (willing, sensing and reasoning). Pekerti adalah ahlak (character). Luhur adalah mulia atau terpuji (nobel, high esteem). Dengan demikian, makna budi pekerti luhur adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran serta ahlak yang mulia berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan. Karsa menentukan keharusan dan larangan, rasa menentukan baik dan buruk, cipta menentukan benar dan salah. Karena itu, karsa berkaitan dengan mental-spiritual, rasa dengan emosi dan cipta dengan intelegensia (kecerdasan).

         Ajaran budi pekerti luhur mewejang kepada manusia agar terus-menerus mengolah dan membina budi pekertinya secara optimal yang diarahkan pada perwujudan kearifan mental-spiritual (ahlak , moral), emotional dan intelegensial. Kearifan di sini berarti kemampuan memilah (membedakan) dan memilih (menentukan) secara benar dan tepat dalam kerangka usaha untuk mewujudkan suatu kemuliaan. Pengolahan dan pembinaan karsa bahkan harus diarahkan pada perwujudan kemanunggalan karsa manusia dengan Karsa Tuhan serta memposisikan, memfungsikan dan memerankan karsa sebagai pemimpin, pengarah dan pengendali rasa, cipta dan ahlak. Dengan cara demikian, semua amalan manusia akan berlandaskan pada kearifan dan akan selaras dengan Karsa Tuhan, yang berarti akan mendapat ridho Tuhan dan akan menjadikan manusia bernilai mulia di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur merupakan pandangan hidup dan wejangan tentang kearifan. Karena terwariskan dan harus senantiasa dijunjung tinggi oleh warga bangsa Indonesia, ajaran budi pekerti luhur yang religius itu berstatus sebagai pandangan hidup dan kearifan tradisional bangsa Indonesia.

         Menurut ajaran budi pekerti luhur yang berlandaskan pada Ketuhanan, manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya mempunyai empat kedudukan mulia sebagai satu kesatuan. Yang pertama adalah kedudukan sebagai mahluk Tuhan, karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah asal dan tujuan hidup semua mahluk (Jawa : sangkan paraning dumadi). Yang kedua adalah kedudukan sebagai mahluk pribadi, karena setiap manusia mempunyai kepribadian (personality) tersendiri yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Kepribadian merupakan karakteristik setiap manusia. Yang ketiga adalah kedudukan sebagai mahluk sosial, karena di dunia ini manusia tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam masyarakat bersama-sama dan berinteraksi dengan manusia lain. Yang keempat adalah kedudukan sebagai mahluk alam semesta. karena manusia hidup di suatu lingkungan hidup yang merupakan bagian integral dari alam semesta beserta isinya (ecology) yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai karunia-Nya.

       Untuk masing-masing kedudukannya itu manusia mempunyai kewajiban mulia (noblesse oblige) yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk Tuhan, adalah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta senantiasa menegakkan nilai-nilai Ketuhanan atau nilai-nilai agama. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk pribadi, adalah meluhurkan pribadinya dan senantiasa menegakkan nilai-nilai moral pribadi. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk sosial, adalah menegakkan perdamaian dan persahabatan serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan kultural. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk alam semesta, adalah mencintai dan mengamankan lingkungan hidupnya serta senantiasa menegakkan nilai-nilai natural-universal. Kewajiban-kewajiban itu saling terkait dan berhubungan satu sama lain. Pemenuhannya diarahkan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapatkan ridho Tuhan.

        Dalam hubungan dengan status, posisi dan kewajiban manusia, ajaran budi pekerti luhur mengandung tujuh visi, wawasan atau sikap pandang yang bersifat normatif dan imperatif untuk diaplikasikan dan diwujudkan, yakni wawasan Ketuhanan, kemanusiaan, perdamaian dan persahabatan, ketahanan, pembangunan, kejuangan dan kekesatriaan. Berdasarkan pada wawasan-wawasan tersebut, setiap pengamalan manusia
 (1) harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan,
 (2) harus tidak melanggar etika kemanusiaan yang adil dan beradab (hak asasi manusia),
 (3) harus bersikap damai dan bersahabat dalam menghadapi siapa saja,
 (4) harus dapat mewujudkan ketangguhan dan keuletan mental dan fisikal dalam menghadapi
       berbagai kendala dan permasalahan,
(5) harus dapat meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus dalam rangka mengejar kemajuan, (6) harus bersikap pantang menyerah dan terus maju dalam perjuangan untuk mewujudkan tujuan
      yang mulia dan
(7) harus senantiasa konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam menampilkan sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta tahan-uji dalam menghadapi segala cobaan dan godaan.

        Ajaran budi pekerti luhur merupakan ukuran normatif dan imperatif (normative and imperative measures) manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya sehari-hari. Ukuran ini mengharuskan manusia untuk memiliki daya, kesanggupan dan ketahanan pengendalian diri yang kuat, yang dengan itu ia wajib mengendalikan kepentingannya. Mengendalikan diri bukan mengekang diri, tetapi menguasai, menempatkan, membawa, memfungsikan, memerankan dan mengarahkan diri dengan cara dan untuk tujuan yang mulia atas dasar kesadaran sendiri, rasa percaya diri dan niat yang mandiri. Dengan demikian, tujuan ajaran budi pekerti luhur adalah membentuk manusia yang mempunyai sifat taqwa, tanggap, tangguh, tanggon, trengginas.
        
          Yang dimaksud dengan taqwa adalah beriman teguh kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melaksanakan seluruh ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen, berbudi pekerti luhur, terus meningkatkan kualitas diri serta selalu menempatkan, memerankan dan memfungsikan dirinya sebagai warga masyarakat yang senantiasa mengendalikan diri, rendah hati dan berdedikasi (berpengabdian) sosial, berdasarkan rasa kebersamaan, rasa kerukunan, rasa perdamaian, rasa persahabatan, rasa kesetiakawanan, rasa kepedulian, rasa tanggungjawab sosial dan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan.

       Yang dimaksud dengan tanggap adalah peka, peduli, antisipatif, pro-aktif dan mempunyai kesiapan diri terhadap segala hal, termasuk perubahan dan perkembangan yang terjadi, berikut semua kecenderungan, tuntutan dan tantangan yang menyertainya, berdasarkan sikap berani mawas diri dan terus meningkatkan kualitas diri.
  
       Yang dimaksud dengan tangguh adalah keuletan dan kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan serta mengatasi setiap persoalan, hambatan, gangguan dan ancaman maupun untuk mencapai sesuatu tujuan mulia, berdasarkan sikap pejuang sejati yang pantang menyerah.

      Yang dimaksud dengan tanggon adalah mempunyai rasa harga diri dan kepribadian yang kuat, penuh perhitungan dalam bertindak, berdisiplin, selalu ingat dan waspada serta tahan-uji terhadap segala godaan dan cobaan, berdasarkan sikap mental yang teguh, konsisten dan konsekuen memegang prinsip.

      Yang dimaksud dengan trengginas adalah enerjik, aktif, eksploratif, kreatif, inovatif, berpikir luas dan jauh ke masa depan, sanggup bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri sendiri dan sikap merasa bertanggungjawab atas pembangunan masyarakatnya serta dorongan dan semangat untuk terus maju dan bermutu.

       Perlu dan pentingnya memelihara budi pekerti luhur sangat disadari oleh Bapak-bapak pendiri (the founding fathers) Negara Kesatuan Republik Indonesia yang arif dan bijaksana serta berwawasan luas dan jauh ke masa depan. Dalam penjelasan mengenai pokok pikiran ke-4 Pembukaan UUD 1945 para founding fathers itu menitipkan pesan-pesan yang isinya antara lain agar para penyelenggara negara memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Menurut pandangan mereka, penyelenggara negara adalah pemimpin, pemuka, panutan dan pamong formal masyarakat (the ruling elite). Karena itu mereka wajib menjadi panutan dan teladan bagi masyarakat dalam memelihara budi pekerti luhur.

      Mereka harus menjadi pemimpin yang senantiasa memberi teladan dalam segala hal, terutama sekali dalam memelihara budi pekerti luhur. Baik-buruknya budi pekerti masyarakat tergantung pada baik-buruknya budi pekerti para penyelenggara negara. Apabila para penyelenggara negara sebagai the ruling elite bersama seluruh warga masyarakat mampu memelihara budi pekerti luhur secara persisten, konsisten dan konsekuen, maka akan tercipta dan terpelihara suatu keadaan umum yang kondusif bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur (masyarakat tata-tentrem kerta-raharja) yang penuh pengampunan Tuhan (baldatun toyyibatun wa robun ghafur).


PENJELASAN KHUSUS

      Di bawah ini disampaikan penjelasan mengenai masing-masing butir Prasetya Pesilat Indonesia, dengan maksud agar Pesilat Indonesia dapat menghayatinya dengan baik dan benar serta mempunyai motivasi yang mantap dalam mengamalkannya secara persiten, konsisten dan konsekuen.


Butir pertama

      Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber bagi terbentuknya dan adanya budi pekerti luhur pada diri manusia. Manusia tidak akan pernah memiliki budi pekerti luhur apabila tidak bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Budi pekerti luhur adalah manifestasi kejiwaan dari sikap bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
       Arti bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah beriman kepada-Nya serta mengamalkan semua ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen. Arti berbudi pekerti luhur adalah memiliki karsa, rasa, cipta dan akhlak yang mulia serta perwujudannya dalam bentuk sikap, perilaku dan perbuatan yang terkendali. Dengan perkataan lain, perwujudan budi pekerti luhur adalah kesanggupan untuk selalu mengendalikan diri dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Hal ini merupakan tolok ukur dari manusia yang bermartabat tinggi.
        Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur merupakan satu kesatuan terpadu. Keduanya harus menjadi basis mental dan basis motivasi manusia Indonesia, termasuk Pesilat Indonesia. Dalam kaitan itu, Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang selalu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, dalam arti selalu beriman kepada-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya secara konsisten dan konsekuen serta senantiasa mengamalkan budi pekerti luhur dengan menampilkan sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta ahlak yang terpuji dalam kehidupannya sehari-hari sebagai warga negara dan dalam interaksinya dengan warga negara yang lain.


Butir kedua

        Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. UUD 1945 telah mengalami amandemen 4 kali, tetapi Pembukaannya tetap dipertahankan dalam keadaan utuh. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan penjabaran dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Di dalamnya tertera cita-cita nasional Rakyat Indonesia. Rumusan dari cita-cita nasional tersebut adalah :


1. Memiliki Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur 
     (alinea kedua).
2. Berkehidupan kebangsaan yang bebas (alinea ketiga).
3. Memiliki Pemerintah yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah 
     Darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan 
     Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, 
      perdamaian abadi dan keadilan sosial (bagian pertama alinea keempat).
4. Memiliki susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan 
    berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, 
    Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam 
    permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh 
    Rakyat Indonesia (bagian akhir alinea keempat).
    Berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, yang dimaksud dengan 
    Negara Indonesia dan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang 
    Dasar 1945 adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang melandasi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, NKRI adalah :
1. Negara Persatuan yang melindungi dan meliputi segenap Bangsa Indonesia seluruhnya.
2. Negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
     perwakilan.
4. Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang 

    adil dan beradab.

      Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai satu kesatuan merupakan Perjanjian Luhur Rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya.

      Menurut Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro dalam bukunya “Pancasila Secara Ilmiah Populer”, Sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkhis dan satu sama lain mempunyai hubungan yang saling mengikat, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan keseluruhan yang bulat, dalam arti tiap-tiap Sila di dalamnya mengandung Sila-Sila lainnya dan dikualifikasi oleh Sila-Sila lainnya itu. Rumusan Sila-Sila Pancasila sebagai satu kesatuan keseluruhan dalam susunannya yang hierarkhis adalah sebagai berikut :


1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta meliputi dan menjiwai Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

3. Sila Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta meliputi dan menjiwai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan


      Undang-Undang Dasar 1945 merupakan aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Bangsa Indonesia di wilayah NKRI. Aturan dasar ini merupakan penjabaran dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dapat diamandemen tetapi setiap hasil mandemen harus sejiwa dengan pokok-pokok pikiran dan cita-cita nasional Rakyat Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

      Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang sanggup membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini pada dasarnya berarti kesanggupan untuk membela keberadaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 maupun mengamalkan dan menegakkan nilai-nilainya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Butir ketiga

     
      Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tanah Air (fatherland) Indonesia sangat luas wilayahnya. Ditinjau dari segi geografis, Indonesia terdiri dari 17.667 pulau besar dan kecil. Luas wilayah daratnya 735.000 mil2 dan terserak meliputi wilayah seluas 4.000.000 mil persegi. Untaian pulau-pulau ini membentang sepanjang 3.000 mil dan melebar sepanjang 1.000 mil. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara yang wilayahnya paling terserak di dunia. Di wilayah Tanah Air Indonesia ini terdapat kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat maupun di laut, serta keindahan alam yang mengagumkan.
       Ditinjau dari segi etnis, agama, ras, bahasa, adat-istiadat, tradisi dan budaya, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan ini merupakan kenyataan sosiologis dan kultural yang telah berakar dalam sejarah masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis dan 50 bahasa yang satu sama lain amat berbeda. Kemajemukan telah menjadi ciri Bangsa Indonesia yang paling khas. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling heterogen di dunia. Masing-masing kelompok etnis mewarisi peninggalan-peninggalan budaya yang penuh pesona dari leluhurnya.
          Kekayaan alam yang berlimpah, keindahan alam yang mengagumkan dan peninggalan-peninggalan budaya yang mempesona, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib disyukuri. Rasa syukur itu harus diwujudkan dalam bentuk kecintaan setiap warga negara Indonesia kepada Bangsa dan Tanah Ainya.. Dalam kecintaan itu terkandung kemauan dan kemampuan untuk (1) selalu membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, (2) mempertahankan dan mengamankan Bangsa dan Tanah Air Indonesia dari berbagai ancaman apapun bentuknya dan dari manapun datangnya, dan (3) melestarikan kekayaan dan keindahan alam Indonesia maupun peninggalan-peninggalan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan, membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya. Walaupun sifatnya heterogen (beragam) dalam suku, budaya, adat, dan agama, Bangsa Indonesia selalu berada dalam persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh, sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti walaupun beraneka ragam tetapi merupakan satu kesatuan.
        Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang mencintai Bangsa dan Tanah Airnya. Hal ini berarti bahwa Pesilat Indonesia harus lebih menonjolkan dan mengutamakan dirinya sebagai warga Bangsa Indonesia daripada sebagai warga suku dan daerah asalnya. Suku dan daerah asal harus dipandang sebagai bagian integral dari Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
Selain itu, Pesilat Indonesia juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam upaya mempertahankan serta mengamankan Bangsa dan Tanah Airnya dari berbagai ancaman dari manapun datangnya dan apapun bentuknya maupun dalam upaya melestarikan kekayaan dan keindahan alamnya serta peninggalan-peninggalan budaya leluhurnya.


Butir keempat


        Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemajemukan bangsa Indonesia dapat merupakan kekayaan yang penuh manfaat konstruktif tetapi dapat juga menjadi sumber persoalan yang distruktif. Keterserakan wilayah Tanah Air Indonesia juga telah mempersulit kesatuan dan integrasi sosial maupun nasional. Kemajemukan bangsa dan keterserakan wilayah yang sedemikian itu menuntut adanya keinginan dari unsur-unsur bangsa Indonesia untuk selalu bersatu (Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) disertai kemauan dan kemampuan untuk bertoleransi terhadap hak, kepentingan, pendapat dan keyakinan pihak lain. Kemajemukan memerlukan mekanisme sosial dan kultural untuk mengatur perbedaan-perbedaan serta perwujudan kepentingan dan hak setiap orang dan kelompok. Kemajemukan mensyaratkan ketertiban, disiplin dan kerukunan.
       Dalam kaitan itu, membina dan melihara kesatuan dan keutuhan bangsa dan wilayah Tanah Air Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut berarti bahwa kepentingan bangsa dan Tanah Air Indonesia lebih penting daripada kepentingan suku dan daerah. Segala macam bentuk etnosentrisme, daerahisme, promordialisme dan sektarianisme yang dapat melemahkan semangat persaudaraan dan persatuan Bangsa harus ditiadakan sampai ke akar-akarnya.
      Berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia di dalam usaha mencapai, membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya adalah karena adanya persatuan yang dijiwai semangat persaudaraan di antara semua warga bangsa Indonesia. Persatuan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia yang bersuku-suku dan menempati pulau-pulau yang tersebar luas.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa dengan mencegah atau mengatasi berbagai bentuk pemenuhan kepentingan pribadi, suku, daerah dan golongan yang dapat merusak persaudaraan dan persatuan bangsa.


Butir kelima

      Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas, melalui mana bangsa Indonesia dapat mengisi kemerdekaannya dengan pembangunan di segala bidang untuk mencapai kemajuan yang setara dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di negara-negara maju. Segala hal yang menghambat, mengganggu dan mengancam upaya untuk mengejar kemajuan harus diatasi. Kemajuan yang harus dikejar dan dicapai adalah kemajuan yang memberikan kekondusifan bagi pengamalan nilai-nilai moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun bagi terwujudnya kesejahteraan sosial yang adil dan merata kepada seluruh bangsa Indonesia.
      Kemajuan itu harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, yang berarti tetap berjatidiri Indonesia. Kepribadian dan jatidiri Indonesia itu sendiri harus tetap berakar pada budaya, tradisi dan adat-istiadat serta nilai-nilai moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kemajuan dan kepribadian Indonesia merupakan satu kesatuan terpadu. Dalam kerangka kemajuan yang dapat dicapai, kepribadian Indonesia harus dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang terus-menerus mengejar kemajuan agar dengan itu ia dapat memberikan karya positif bagi kemajuan bangsa dan negaranya. Tetapi dalam upaya mengejar kemajuan itu, ia harus tetap mempertahankan dan melestarikan kepribadian Indonesia. Dengan perkataan lain, kemajuan-kemajuan yang dicapai harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, sehingga kemajuan-kemajuan itu akan tetap berjatidiri Indonesia.


Butir keenam

        Pesilat Insonesia harus menyadari bahwa kebenaran, kejujuran dan keadilan merupakan kondisi dasar yang memungkinkan terlaksananya berbagai upaya kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dengan baik. Dalam kaitan itu, untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap unsur bangsa harus menegakkan atau membudayakan kebenaran, kejujuran dan keadilan pada dirinya sendiri dan setelah itu dilanjutkan dengan memasyarakatkan dan membudayakannya seluas-luasnya dan merata ke semua unsur bangsa di seluruh wilayah negara. Seiring dengan itu, segala bentuk upaya yang menyangkut masyarakat, bangsa dan negara harus dilakukan dengan benar, jujur dan adil. Hasil-hasil yang dicapai dengan upaya itu pun juga harus didistribusikan dengan benar, jujur dan adil. Apabila tidak demikian, akan terjadi keresahan, kegelisahan, kecemburuan dan kecurigaan sosial, yang pada gilirannya akan menimbulkan gejolak sosial, konflik sosial, keributan sosial, kekerasan sosial dan lain-lain sejenisnya yang mengganggu stabilitas nasional dan melemahkan Ketahanan Nasional.
       Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang senantiasa dan terus berusaha menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Menegakkan berarti mewujudkan menjadi kenyataan. Hal ini tidak mudah. Karena itu, penegakan kebenaran, kejujuran dan keadilan harus dimulai dari diri sendiri, yang berarti setiap kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan harus benar, jujur dan adil, bukan bagi dirinya sendiri saja tetapi juga bagi orang lain.


Butir ketujuh

       Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa cobaan dan godaan yang bermacam-macam bentuknya merupakan kendala utama yang dapat menggagalkan keberhasilan manusia dalam upaya untuk mencapai tujuan atau cita-citanya, serta dapat meniadakan kemauan dan kemampuan. Cobaan dan godaan yang tidak teratasi akan melemahkan bahkan meniadakan daya pengendalian diri dan pada gilirannya dapat menjatuhkan atau menurunkan martabat diri.
        Karena itu, setiap unsur bangsa harus senantiasa tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berdisiplin, mengendalikan diri serta menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan, dapat menguatkan ketahanujian manusia dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan. Ketahanujian semua unsur bangsa yang kuat akan memberikan kekondusifan bagi suksesnya upaya untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
       Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang selalu tahan uji, yakni tanggap (cepat mengetahui), tangguh (ulet dan berkemampuan) sera tanggon (tegar tak tergoyahkan) dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan, apapun bentuknya dan dari manapun datangnya. Hal itu akan dapat terwujud apabila Pesilat Indonesia selalu meneguhkan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meluhurkan budi pekertinya serta memperkuat disiplin dan daya pengendalian dirinya.


KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari keseluruhan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. “Prasetya Pesilat Indonesia” adalah pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI. Pernyataan janji tersebut adalah dalam kedudukannya sebagai warga negara, sebagai pejuang dan sebagai kesatria. Sebagai warga negara ia wajib memenuhi kewajiban-kewajiban kebangsaan dan kenegaraannya. Sebagai pejuang ia wajib meneruskan perjuangan generasi pendahulunya dalam rangka menegakkan dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai kesatria ia wajib berdisiplin serta bertindak konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam memenuhi kewajiban-kewajiban sosial dan nasionalnya maupun dalam meneruskan perjuangan generasi pendahulunya

2. Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” yang dihayati dengan baik dan benar dapat membentuk semangat kebangsaan dan ahlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Pengamalan “Prasetya Pesilat Indonesia” yang persisten, konsisten dan konsekuen akan memperkuat jiwa korsa dan semangat persatuan Pesilat Indonesia serta membuat Pesilat Indonesia dan korsanya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya-upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian penjelasan singkat mengenai “Prasetya Pesilat Indonesia”. Semoga penjelasan ini dapat membuat Pesilat Indonesia semakin menghayati keseluruhan substansi yang terkandung dalam “Prasetya Pesilat Indonesia” serta semakin mampu untuk mengamalkannya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

STAMINA (anaerobik)


Batasan kemampuan untuk bertahan terhadap kelelahan, atau untuk meneruskan latihan/pertandingan meskipun dalam kondisi lelah. Contoh latihan:
a.   Interval training pendek dengan intensitas tinggi.
-     Jarak lari        :     ditempuh dalam 20 sampai 30 detik
-     Intensitas       :     80-90% MHR
-     Repetisi         :     10-15 kali (tergantung kondisi atlet)
-     Istirahat         :      sampai d.n. 120-130 (bisa sampai 3-5 menit)

b.   Interval panjang dengan intensitas tinggi.
-     Lama latihan :     30 detik - 2 menit
-     Intensitas       :     90-95 %
-     Repetisi         :     5-10kali
-     Istirahat          :     d.n. 120-130 d.n. per menit.
Latihan ini kadang-kadang disebut lactic acid tolerance training karena dengan latihan tersebut bisa muncul energi anaerobic.

KELENTUKAN (fleksibilitas)


Batasan
: unsur fisik yang mengacu kepada kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. (tergantung dari elastisitas otot dan luas ruang gerak sendi).


Latihan:
a.   Peregangan dinamis (dinamic stretching): menggerak-gerakkan anggota-anggota tubuh secara  
       ritmis demikian rupa sehingga otot terasa teregangkan.
b.   Peregangan statis (static stretching): contohnya, ambil sikap berdiri dengan tungkai lurus – 
      badan dibungkukkan – tangan coba menyentuh lantai sampai “beyond pain”- sikap ini 
      dipertahankan secara statis selama 20-30 detik.
c.   Peregangan pasif (passive stretching): prosedurnya sama dengan peregangan statis namun 
      dibantu oleh teman.
d.   Peregangan PNF (peregangan kontraksi-relaksasi): sebelum diregangkan, otot dikontraksi 
      terlebih dahulu secara isometrik. Kemudian teman membantu meregangkan otot tersebut dengan 
      metode peregangan pasisf.
e.   SAS (slow active stretching): pelaksanaannya hampir sama dengan peregangan statis.
   
      Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang paling kurang efektif adalah metode peregangan dinamis disebabkan oleh adanya refleks regang (stretch reflex) di dalam otot yang menyebabkan otot tidak bisa meregang secara maksimal, apalagi “beyond pain.” Yang lebih efektif ialah PNF (Hoeger:1988) atau metode pasif.


A.  DAYA TAHAN (kardiovaskular-aerobik)

Batasan: kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas (berlatih) dalam waktu yang lama tanpa merasa lelah yang berlebihan usai latihan, serta mampu untuk pulih-asal dengan cepat.
Latihan:
1.   Latihan kontinu (continues training)
a.   LKIR (latihan kontinu intensitas rendah):
  • ·         Kecepatan lari: 70-80% dari DNM yang diukur dengan tes 5 menit. Jadi kalau          DNM-nya 200, maka d.n. harus sampai antara 140-160/menit.
  • ·         Lamanya lari 30 menit tanpa henti.
  • ·         Kalau melakukan 2-3 repetisi, istirahat antara repetisi 15-30 menit.
b.   LKIT (latihan kontinu dengan intensitas tinggi):
  • ·         Kecepatan lari: 80-90% dari DNM. Jadi kalau DNM-nya 200, maka pace larinya begitu rupa sehingga d.n. sampai antara 160-180/menit.
2.   Fartlek/speed play: lari di alam terbuka untuk selama 1 sampai 3 jam. Atlet bisa menentukan sendiri jarak dan tempo larinya sesuai kemampuannya, cepat, pelan, sprint lagi, jalan, dst.

3.   Interval training: sistem latihan yang diselingi oleh interval-interval atau masa-masa istirahat. Intensitas (tempo) lari medium sekitar 60-70% dari kemampuan maksimal. Contoh interval training lambat dengan jarak jauh:
-     Jarak lari           :     600 m atau 800 m
-     Intensitas          :     70% dari kemampuan maksimal atau dari MHR
-     Ulangan lari     :     8 sampai 12 kali (tergantung kondisi atlet)
-     Istirahat             :     sampai denyut nadi 120-130/menit


KELINCAHAN (agilitas)

       Batasan kemampuan untuk ubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak (lari) tanpa hilang keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuh (kombinasi dari speed, koordinasi, kelentukan, power).
Latihan:
Lari bolak-balik, belak-belok, boomerang, halang rintang, heksagon, dot drill, dan lain-lain, yaitu latihan yang memaksa atlet untuk lari cepat dan belok cepat.





MOBILITAS


     Batasan: kemampuan untuk menggerakkan sendi-sendi dan anggota tubuh dalam ruang gerak yang luas sehingga mampu untuk menjelajahi suatu area yang luas dengan cepat, tepat waktu (well-timed), dan terkoordinasi, baik di darat maupun di udara.
Latihan: lari maju-mundur, kiri - kanan, stop mendadak, reaction speed, lompat ke atas-depan-belakang-samping dengan kecepatan tinggi dalam ruangan yang cukup luas (setengah lapang tangkis bulu).

Senin, 03 Februari 2014

Sejarah Pencak Silat Indonesia



     Silat diperkirakan menyebar di kepulauan Nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan berkembang  dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yanghingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dariPariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Si Pitung  dan Gajah Mada.

     Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti adanya seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia. Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dariCina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya. Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama pada abad ke-14 di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing.

      Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau  Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua francabahasa Melayu di berbagai daerah di Jawa, Bali,Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan beladiri ini. Beberapa organisasi silat nasional antara lain adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia,Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama.Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himmpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur.Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri inti dituturkan. Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan di mana kini kita yang menuntut keterbukaan dan pemassalan yang lebih luas. Sejarah perkembangan Pencak Silat secara selintas dapat dibagi dalam kurun waktu :
  • a. Perkembangansebelum zaman penjajahan Belanda
  • b. Perkembangan pada zaman penjajahan Belanda
  • c. Perkembangan pada zaman penjajahan Jepang
  • d. Perkembangan pada zaman kemerdekaan

A. Perkembangan pada zaman sebelum penjajahan Belanda

      Nenek moyang kita telah mempunyai peradaban yang tinggi, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun bangsa yang maju. Daerah-daerah dan pulau-pulau yang dihuni berkembnag menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan dan kehidupan yang teratur. Tata pembelaan diri di zaman tersebut yang terutama didasarkan kepada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem pembelaan diri, baik dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok.

   Para ahli pembelaan diri dan pendekar mendapat tempat yang tinggi di masyarakat. Begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yagn ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus. Pasukan yang kuat di zaman Kerajaan  Sriwijaya dan Majapahit serta kerajaan lainnya di masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang tinggi. Pemukupan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pembelaan diri. Untuk menjadi prajurit atau pendekar diperulan syarat-syarat dan latihan yang mendalam di bawah bimbingan seorang guru. Pada masa perkembangan agama Islam ilmu pembelaan diri dipupuk bersama ajaran kerohanian. Sehingga basis-basis agama Islam terkenal dengan ketinggian ilmu bela dirinya. Jelaslah, bahwa sejak zaman sebelum penjajahan Belanda kita telah mempunyai sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan bangsa Indonesia.


B. Perkembangan Pencak Silat pada zaman penjajahan Belanda

      Suatu pemerintahan asing yang berkuasa di suatu negeri jarang sekali memberi perhatian kepada pandangan hidup bangsa yang diperintah. Pemerintah Belandan tidak memberi kesempatan perkembangan Pencak Silat atau pembelaan diri Nasional, karena dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya. Larangan berlatih bela diri diadakan bahkan larangan untuk berkumpul dan berkelompok. Sehingga perkembangan kehidupan Pencak Silat atau pembelaan diri bangsa Indonesia yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan kehidupannya. Hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil Pencak Silat dipertahankan. Kesempatan-kesempatan yang dijinkan hanyalah berupa pengembangan seni atau kesenian semata-mata masih digunakan di beberapa daerah, yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara saja. Hakekat jiwa dan semangat pembelaan diri tidak sepenuhnya dapat berkembang. Pengaruh dari penekanan di zaman penjajahan Belanda ini banyak mewarnai perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya.

C. Perkembangan Pencak Silat pada pendudukan Jepang

     Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Terhadap Pencak Silat sebagai ilmu Nasional didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat. Di seluruh Jawa serentak didirkan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh Pemerintah. Di Jakarta pada waktu itu telah diciptakan oleh para pembina Pencak Silat suatu olarhaga berdasarkan Pencak Silat, yang diusulkan untuk dipakai sebagai gerakan olahraga pada tiap-tiap pagi di sekolah-sekolah. Usul itu ditolak oleh Shimitsu karena khawatir akan mendesak Taysho, Jepang. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan Nasional kita.
    Namun kita akui, ada juga keuntungan yang kita peroleh dari zaman itu. Kita mulai insaf lagi akan keharusan mengembalikan ilmu Pencak Silat pada tempat yang semula didudukinya dalam masyarakat kita.



D. Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan

       Walaupun di masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional. Melalui Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia maka pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta terbentuklah IPSI yang diketuai oleh Mr. Wongsonegoro.

      Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran dan kalangan Pencak Silat di seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada Pemerintah untuk memasukan pelajaran Pencak Silat di sekolah-sekolah.Usaha yang telah dirintis pada periode permulaan kepengurusan di tahun lima puluhan, yang kemudian kurang mendapat perhatian, mulai dirintis dengan diadakannya suatu Seminar Pencak Silat oleh Pemerintah pada tahun 1973 di Tugu, Bogor. Dalam Seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan istilah bagi seni pembelaan diri bagnsa Indonesia dengan nama “Pencak Silat” yang merupakan kata majemuk. Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat. Sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan.

       Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri/ manusia dari bela diri atau bencana. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :“Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/ mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya  (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/ alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian
     Umumnya Pencak Silat mengajarkan pengenalan diri pribadi sebagai insan atau mahluk hidup yang pecaya adanya kekuasaan yang lebih tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya, Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian/kebatinan diberikan kepada siswa yang telah lanjut dalam menuntut ilmu Pencak Silatnya. Sasarannya adalah untuk meningkatkan budi pekerti atau keluhuran budi siswa. Sehingga pada akhirnya Pencak Silat mempunyai tujuan untuk mewujudkan keselarasan/ keseimbangan/ keserasian/alam sekitar untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, guna mengisi Pembangunan Nasional Indonesia dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais.

Pencak Silat sebagai seni
     Ciri khusus pada Pencak Silat adalah bagian kesenian yang di daerah-daerah tertentu terdapat tabuh iringan musik yang khas. Pada jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat. Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi.

Pencak Silat sebagai olahraga umum
     Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya Pencak Silat mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan Pencak Silat dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada Pencak Silat sebagai olahraga umum dibagi dalam intensitasnya menjadi
  1. Olahraga rekreasi
  2. Olahraga prestasi
  3. Olahraga massal
Pada seminar Pencak Silat di Tugu, Bogor tahun 1973, Pemerintah bersama para pembina olahraga dan Pencak Silat telah membahas dan menyimpulkan makalah-makalah :
  1. Penetapan istilah yang dipergunakan untuk Pencak Silat
  2. Pemasukan Pencak Silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan
  3. Metode mengajar Pencak Silat di sekolah
  4. Mengadaan tenaga pembina/guru Pencak Silat untuk sekolah-sekolah
  5. Pembinaan organisasi guru-guru Pencak Silat dan kegiatan Pencak Silat di lingkungan sekolah
  6. Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memassalkan Pencak Silat di kalangan pelajar/mahasiswa.
      Sebagai tindak lanjut dari pemikiran-pemikiran tersebut dan atas anjuran Presiden Soeharto, program olahraga massal yang bersifat penyegaran jasmani digarap terlebih dahulu, yang telah menghasilkan program Senam Pagi Indonesia (SPI).Pencak Silat sebagai olahraga prestasi (olahraga pertandingan)
Pengembangan Pencak Silat sebagai olahraga dan pertandingan (Championships) telah dirintis sejak tahun 1969, dengan melalui percobaan-percobaan pertandingan di daerah-daerah dan di tingkat pusat. Pada PON VIII tahun 1973 di Jakarta telah dipertandingkan untuk pertama kalinya yang sekaligus merupakan Kejuaraan tingkat Nasional yang pertama pula. Masalah yang harus dihadapi adalah banyaknya aliran serta adanya unsur-unsur yang bukan olahraga yang sudah begitu meresapnya di kalangan Pencak Silat. Dengan kesadaran para pendekar dan pembina Pencak Silat serta usaha yang terus menerus maka sekarang ini program pertandingan olahraga merupakan bagian yang penting dalam pembinaan Pencak Silat pada umumnya. Sementara ini Pencak Silat telah disebarluaskan di negara-negara Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis, Inggris, Denmark, Jerman Barat, Suriname, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru.

Program pembinaan Pencak Silat
     Pencak Silat sebagai budaya Nasional bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam khas maisng-masing daerah, jumlah perguruan/aliran di segenap penjuru tanah air ini diperkirakan sebanyak 820 perguruan/aliran.Oleh karena itu dirasakan perlu adanya pembinaan yang sistimatis untuk melestarikan warisan nenek moyang kita. Terlebih-lebih setelah Kungfu masuk IPSI, atas anjuran Pemerintah berdasarkan pertimbangan lebih baik Kungfu berada di dalam IPSI sehingga lebih mudah dalam mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadapnya, sekaligus menasionalisasikan.Standarisasi yang telah dirintis pembuatannya, hanyalah untuk jurus dasar bagi keperluan khusus olahraga dan bela diri. Sedangkan pengembangannya telah diserahkan kepad setiap perguruan yang ada. Sistem pembinaan yang dipakai oleh IPSI ialah setiap aspek yang ada dijadikan jalur pembinaan, sehingga jalur pembinaan Pencak Silat meliputi :
  1. Jalur pembinaan seni
  2. Jalur pembinaan olahraga
  3. Jalur pembinaan bela diri
  4. Jalur pembinaan kebatinan
Keempat jalur ini diolah, dengan saringan dan mesin sosial budaya, yaitu Pancasila.
Persinas Asad

Sumber: pencaksilatindonesia.blogspot.com

Sejarah Pencak Silat

     

      Pencak silat atau silat adalah suatu seni bela diri yang berasal dari Asia Tenggara. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan sesuai dengan penyebaran suku bangsa Melayu nusantara. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, saat ini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh.Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Organisasi yang mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara adalah Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa (Persilat), yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.


Sejarah

           Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak,[rujukan?] misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11.

          Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Si Pitung, Hang Tuah dan Gajah Mada.Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti adanya seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.

          Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya. Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama pada abad ke-14 di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing.Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan beladiri ini. Beberapa organisasi silat nasional antara lain adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.

Istilah dalam Pencak Silat

Sikap dan Gerak
           Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat.

Langkah
          Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di dalam permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali, contohnya langkah tiga dan langkah empat.

Teknik atau Buah
          Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Secara tradisional istilah teknik ini dapat disamakan dengan buah. Pesilat biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
JurusPesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan tehnik-tehnik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh tubuh.

Sumber: id.wikipedia.org

Seni, Jurus, dan Silsilah Persinas ASAD



      Menghindari berita atau cerita yang simpang siur mengenai apa dan bagaimana sebenarnya asal muasal kaidah seni, jurus, dan silsilah ilmu Persinas ASAD, maka kami akan sedikit memaparkannya dalam blog ini.
      Persinas ASAD merupakan perguruan silat yang dilatarbelakangi oleh beberapa aliran silat di Indonesia, diantaranya adalah:

1. Aliran Cimande, yang berjuluk Cimande Tari Kolot
       Aliran silat yang berasal dari tanah Pasundan ini diadopsi oleh Persinas ASAD untuk memperkaya khasanah seni pencak silat di dalamnya. Adapun Persinas ASAD memperoleh ilmu seni beladiri ini dari proses berguru kepada Bapak H. Rachmat Ace Sutisna.

2. Aliran Silat Karawang, yang berjuluk Singa Mogok
       Silat asal Karawang – Jawa Barat ini diperoleh dari proses berguru langsung kepada Bapak H. Sulaiman. Tidak banyak diketahui mengenai silsilah ilmu beladiri ini secara lengkap dan jelas.

3. Aliran Silat Indramayu
      Silat Indramayu ini pun diperoleh dari proses berguru langsung kepada guru besarnya, yakni Bapak Ahmad. Namun sama halnya dengan Silat Karawang Singa Mogok, kami pun tidak mengetahui secara pasti runutan silsilah beladiri ini.

     Untuk menciptakan kaidah seni dan jurus yang baku saat ini, maka dewan guru/pelatih Persinas ASAD meramu atau merumuskan dari apa yang mereka peroleh. Adapun cabang ilmu pencak silat yang berhasil dikumpulkan dan dikolaborasi, dimana selanjutnya menjadi bahan dasar terbentuknya kaidah seni dan jurus Persinas ASAD yang saat ini telah baku, adalah sebagai berikut:

CIMANDE TARI KOLOT (BOGOR)
1. Kelid Duduk (33 jurus)
2. Kelid Berdiri (33 jurus)
3. Pepedangan (17 jurus)
4. Gerakan Seni / Kembangan:
4.1 Tepak Satu;selancar hiburan/atraksi (angka 8) dan selancar massal.
4.2 Tepak Dua
4.3 Tepak Tiga / Tilu


SILAT KARAWANG SINGA MOGOK (7 jurus)

SILAT INDRAMAYU (9 jurus)

      Alhamdulillaah, dari alur silsilah para dewan guru/pelatih Persinas ASAD yang merujuk pada Silat Cimande Tari Kolot ini, menjadikan Persinas ASAD diakui pula sebagai salah satu anggota aliran silat Cimande Tari Kolot – Bogor, dengan urutan silsilah ilmu yang ke-sembilan,
sebagai berikut:
  1. Eyang Buyut, sebagai pencipta awal aliran pencak silat Cimande
  2. Diturunkan kepada Eyang Rangga dan Eyang Khoir
  3. Diturunkan dari Eyang Rangga kepada M. Ace Laseha dan M. Karta Singa
  4. Diturunkan dari M. Ace Laseha kepada salah satu anaknya, yakni M. Abdul Somad
  5. Diturunkan dari M. Abdul Somad kepada H. Idris
  6. Diturunkan dari H. Idris kepada Ibu Dedeng Kurnia
  7. Diturunkan dari Ibu Dedeng Kurnia kepada putranya, yakni Bp. Rachmat Ace Sutisna, yang juga menjabat sebagai Ketua Silat Cimande Tari Kolot, Bogor – Jawa Barat
  8. Diturunkan dari Bp. Rachmat Ace Sutisna kepada 8 orang guru/pelatih di jajaran PB Persinas ASAD. Mereka adalah: Agung Sujatmiko, Supriyatna, Ahmad Bachtiar Mukti, Susilo Edi, Sulthon Aulia, Poyo Wiyanto, Yusuf Wibisono, dan Antong Samijo.
       Demikianlah sedikit uraian mengenai asal muasal kaidah seni, jurus, serta silsilah yang saat ini berlaku dalam Persinas ASAD. Kami mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kesalahan tulis pada uraian singkat diatas. © 2011 (tg)
Sumber: http://asad-dki.blogspot.com

MENTAL JUARA dan MENTAL PECUNDANG


MENTAL JUARA dan MENTAL PECUNDANG : Apa Bedanya?



Mental Juara
(dalam Pencak Silat)
  1. Latihan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati.
  2. Disiplin waktu dalam latihan, disiplin memukul, tendang, sapuan, bantingan, juga disiplin dalam pertandingan (selalu ingin mencoba semua gerakan/teknik dengan sebaik-baiknya).
  3. Senantiasa berusaha untuk menguasai pertandingan, cepat membaca situasi dan permainan lawan, kemudian secara cepat dan cermat dapat memutuskan strategi untuk mengalahkan lawan.
  4. Senantiasa berpikir sebelum melancarkan serangan, berpikir agar mendapatkan poin dan bila sudah diputuskan maka akan melancarkan serangan dengan yakin, tidak tanggung/setengah hati.
  5. Segan pada orang tua, sopan dengan sesama, dan menghormati yang lebih muda.
  6. Tetap tenang meski poin tertinggal, namun terus berupaya mengejar ketertinggalan.
  7. Mengakui kelebihan lawan jika kalah dan mau belajar memperbaiki kesalahan.
  8. Suka menambah sendiri jam latihan agar dapat menguasai kekurangan yang ada.
  9. Suka belajar dari senior, suka bertanya apa saja tentang pencak silat.
  10. Mau berkorban semisal membeli buku-buku, VCD, dan mengikuti latihan dimana saja.
  11. Suka bermain dan latihan dengan siapa saja, tidak pilih-pilih.
  12. Tidak takut kalah, meski lawan lebih kuat.
  13. Selalu mengikuti tata aturan bermain yang benar.
  14. Selalu berkata dan bertindak dengan benar.
  15. Menganggap pelatih sebagai guru, orang tua, dan teman.
  16. Saya juara saat ini, besok lusa mungkin orang lain. Harus siap menang dan siap kalah.
  17. Bangga jika memiliki peralatan sendiri, seperti: body protector, genital cup, air minum, dll.
  18. Senang mengikuti berita dan perkembangan pencak silat di sekitarnya, di Indonesia, dan di Dunia.
  19. Peduli dengan sesama atlet bukan saja dalam hal pencak silat, tapi juga dalam masalah sosial.
  20. Jadi Juara karena sanggup mengalahkan Sang Juara sebelumnya.

MENTAL PECUNDANG
(dalam Pencak Silat)
  1. Latihan semaunya sendiri.
  2. Lebih sering telat dan cari-cari alasan, sparring asal tidak berpikir, bertanding semaunya.
  3. Yang penting asal pukul, tendang dapat poin atau tidak ya sebodo-amat, atau justru takut tidak mau melakukan pukul tendang sama sekali (pengecut).
  4. Tidak mau menyapa orang tua, ngomong seenaknya (mencarut), menyepelekan pemain yang lebih muda.
  5. Tegang, emosional dan marah-marah.
  6. Suka menyalahkan apa saja: wasit curang, matras jelek, lampu silau, capek, kurang pemanasan, dll.
  7. Sebisanya latihan cukup 5 menit saja lalu sparring, namun itu pun tidak dilakukan dengan serius.
  8. Lebih banyak diam, malu bertanya sebab bertanya dianggap sebuah kebodohan.
  9. Sayang mengeluarkan uang untuk membeli buku-buku,VCD, dan menganggap latihan cuma buang-buang uang dan waktu.
  10. Hanya mau bermain dengan orang-orang tertentu.
  11. Menghindar lawan yang lebih berat.
  12. Apapun cara dilakukan agar bisa menang, bila perlu dengan kecurangan!
  13. Berbohong jadi kebiasaan.
  14. Bila perlu kalahkan pelatih.
  15. Sayalah juara, tidak bisa dikalahkan, kalau kalah… ya nasib.
  16. Maunya selalu meminjam atau menggunakan barang milik orang lain.
  17. Masa bodoh, yang penting saya main/tampil.
  18. Cuek  dan tidak peduli pada sesama.
  19. Menjadi juara karena tidak ada lawan yang berat/sepadan.

Anda masuk kategori yang mana? ...


(disadur dari artikel Tenis Meja dengan perubahan sesuai keperluan)
Sumber: AsadDKI . com

Tentang Wasit Juri Silat


 

Perwasitan Pencak Silat


   A.     Perlengkapan seorang wasit pencak silat
               Perlengkapan yang digunakan oleh seorang wasit pencak silat adalah seragam wasit
            berwarna putih dan sabuk berwarna kuning dengan lambing IPSI disalah satu ujungnya.

   B.      Syarat-syarat menjadi wasit pencak silat
                Selain mengikuti penataran wasit dan juri sesuai tingkatan nya untuk menjadi wasit juri
             yang sukses dimata semua orang, wasit juri juga harus mempunyai ilmu pendukung untuk
             menjadi pedomannya. Adapun beberapa ilmu-ilmu pendukung untuk seorang wasit juri
             antara lain sebagai berikut :
  • Ilmu anatomi : ilmu anatomi sangat lah penting untuk seorang wasit juri, kerena fisik sangat mempengaruhi paforma seorang wasit juri. Contohnya adalah mata, posisi berdiri dengan tegap apa tidaknya, serta suara juga mempengaruhi.
  • Ilmu matematika : ilmu matematika juga perlu untuk wasit juri, karena dalam melaksanakan tugasnya wasit juri haruslah bisa menghitung nilai-nilai dengan cepat, tepat, dan jeli. Hal ini jika tidak tepat maka akan merugikan salah satu pesrta, dan akan mennuai kontroversi yang nantinya akan merusak atau menghambat jalannya pertandingan.
  • Ilmu agama : ilmu agama sangatlah penting untuk seorang wasit juri, karena ilmu agama akan mengajarkan kepada seorang wasit dan juri untuk jujur, adil,dan tidak memihak kepada kontingen manapun sehingga tidak merugikan salah satu kontingen dan tidak menuai suatu kontroversi.
      Adapun fisik dan mental seorang wasit juri sebagai berikut :
  • Laki-laki mempunyai tinggi 160 cm, dan wanita 150 cm.
  • Lulus tes fisik dan psikologi sesuai dengan minimal standar.
  • Umur minimal 20 tahun
  • Mata tidak rusak, sehingga tidak merusak pemandangannya saat bertugas
  • Mempunyai mental yang kuat dari semua penonton yang ada.
  • Tegas dalam memimpin pertandingan dan tidak takut mengambil keputusan walaupun dapat sorakan dari penonton.
C.   Jenjang wasit Silat
  • Tingkat Kecamatan
  • Tingkat Kabupaten
  • Tingkat Provinsi
  • Tingkat Nasional
  • Tingkat Internasional
D.   Kelas yang di pertandingkan
      1.TANDING 
     a. untuk usia dini kategori tanding putra /putri:
  1. Kelas A 26 kg s/d 27 kg
  2. Kelas B diatas 27 kg s/d 28 kg
  3. Kelas C diatas 28 kg s/d 29 kg.
  4. Kelas D diatas 29 kg s/d 30 kg
  5. Kelas E diatas 30 kg s/d 31 kg.
  6. Kelas F diatas 31 kg s/d 32 kg
  7. Kelas G diatas 32 kg s/d 33 kg
     b. untuk pra remaja kategori tanding putra /putri:
  1. Kelas A 28 kg s/d 30 kg
  2. Kelas B diatas 30 kg s/d 32 kg
  3. Kelas C diatas 32 kg s/d 34 kg.
  4. Kelas D diatas 34 kg s/d 36 kg
  5. Kelas E diatas 36 kg s/d 38 kg.
  6. Kelas F diatas 38 kg s/d 40 kg
  7. Kelas G diatas 40 kg s/d 42 kg
  8. Kelas H diatas 42 kg s/d 44 kg
  9. Kelas I diatas 44 kg s/d 46 kg
     c. untuk remaja kategori tanding putra /putri:
  1. Kelas A 39 kg s/d 42 kg
  2. Kelas B diatas 42 kg s/d 45 kg
  3. Kelas C diatas 45 kg s/d 48 kg.
  4. Kelas D diatas 48 kg s/d 51 kg
  5. Kelas E diatas 51 kg s/d 54 kg.
  6. Kelas F diatas 54 kg s/d 57 kg
  7. Kelas G diatas 57 kg s/d 60 kg
  8. Kelas H diatas 60 kg s/d 63 kg
  9. Kelas I diatas 63 kg s/d 66 kg
    d. untuk dewasa kategori tanding putra:
  1. Kelas A 45 kg s/d 50 kg
  2. Kelas B diatas 50 kg s/d 55 kg
  3. Kelas C diatas 55 kg s/d 60 kg.
  4. Kelas D diatas 60 kg s/d 65 kg
  5. Kelas E diatas 65 kg s/d 70 kg.
  6. Kelas F diatas 70 kg s/d 75 kg
  7. Kelas G diatas 75 kg s/d 80 kg
  8. Kelas H diatas 80 kg s/d 95 kg
  9. Kelas I diatas 95 kg s/d 110 kg
    e. untuk dewasa kategori tanding putri:
  1. Kelas A 45 kg s/d 50 kg
  2. Kelas B diatas 50 kg s/d 55 kg
  3. Kelas C diatas 55 kg s/d 60 kg.
  4. Kelas D diatas 60 kg s/d 65 kg
  5. Kelas E diatas 65 kg s/d 70 kg.
  6. Kelas F diatas 70 kg s/d 75 kg
2. TUNGGAL, GANDA dan REGU (TGR)
     tidak ada pembagian kelas berat badan tetapi hanya pembagian menurut usia.

   E.   Skor dalam penilaian perwasitan
     1. Kategori tanding
          Ketentuan Nilai :
     Nilai Prestasi Tekhnik
  1. Nilai 1 Serangan dengan tangan yang masuk pada sasaran, tanpa terhalang oleh tangkisan, hindaran atau elakan lawan.
  2. Nilai 1 + 1 Tangkisan, hindaran atau elakan yang berhasil memusnahkan serangan lawan, disusul langsung oleh serangan dengan tangan yang masuk pada sasaran.
  3. Nilai 2 Serangan dengan kaki yang masuk pada sasaran, tanpa terhalang oleh tangkisan, hindaran atau elakan lawan.
  4. Nilai 1 + 2 Tangkisan, hindaran atau elakan yang berhasil memusnahkan serangan lawan, disusul langsung oleh srangan dengan kaki yang masuk pada sasaran.
  5. Nilai 3 teknik jatuhan yang berhasil menjatuhkan lawan.
  6. Nilai 1 + 3 Tangkisan, hindaran, elakan atau tangkapan yang memusnahkan serangan lawan, disusul langsung oleh serangan dengan teknik jatuhan yang berhasil menjatuhkan lawan.
    Syarat teknik Nilai
  1. Tangkisan yang dinilai adalah berhasilnya pesilat menggagalkan serangan lawan dengan tekhnik pembelaan menahan atau mengalihkan arah serangan secara langsung/kontak, yang segera diikuti dengan serangan yang masuk pada sasaran.
  2. Elakan yang dinilai adalah berhasilnya pesilat membebaskan diri dari serangan lawan dengan tekhnik pembelaan memindahkan sasaran terhadap serangan, yang langsung disusul dengan serangan yang mengenakan sasaran, atau tekhnik jatuhan yang berhasil.
Catatan : Nilai 1 untuk tangkisan / elakan, sedangkan serangan masuk dinilai sesuai dengan serangannya, serangan tangan = nilai 1, serangan kaki = nilai 2, jatuhan= nilai 3
  1. Serangan tangan yang dinilai adalah serangan yang masuk pada sasaran, menggunakan tekhnik serangan dengan tangan (dalam bentuk apapun). Bertenaga dan mantap, tanpa terhalang oleh tangkisan atau elakan dan dengan dukungan kuda-kuda, atau kaki tumpu yang baik, jarak jangkauan tepat dan lintasan serangan yang benar.
  2. Serangan dengan kaki yang dinilai adalah serangan yang masuk pada sasaran, menggunakan tekhnik serangan dengan kaki (dalam bentuk apapun), bertenaga dan mantap, tidak disertai tangkapan/pegangan, tanpa terhalang oleh tangkisan atau elakan dan dengan dukungan kuda-kuda, atau kaki tumpu yang baik, jarak jangkauan tepat dan lintasan serangan yang benar.
  3. Tekhnik menjatuhkan yang dinilai adalah berhasilnya pesilat menjatuhkan lawan sehingga bagian tubuh (dari lutut keatas) menyentuh matras dengan pedoman :
    1. Tekhnik menjatuhkan dapat dilakukan dengan serangan langsung, sapuan, ungkitan, guntingan dan tekhnik menjatuhkan yang didahului oleh tangkapan atau bentuk serangan lainnya yang sah. Serangan yang berhasil mendapat nilai sesuai dengan ketentuan nilai untuk tekhnik serangan yang digunakan.
    2. Menjatuhkan lawan menggunakan tekhnik jathan dengan cara tidak ikut terjatuh atau lebih menguasai lawan yang dijatuhkan.
    3. Apabila tekhnik menjatuhkan itu disertai menangkap anggota tubuh lawan harus merupakan usaha pembelaan diri suatu serangan ataumenggunakan serangan pendahuluan, tidak boleh disertai dengan serangan langsung, tetapi dapat dilakukan dengan mendorong atau menyapu. Proses tangkapan menjadi jatuhan diberikan waktu selama 5 (lima) detik. Jika selama itu tidak terjadi jatuhan, maka dihentikan oleh Wasit dan dinyatakan tidak ada jatuhan.
  4. Teknik sapuan, ungkitan, kaitan dan guntingan tidak boleh didahului dengan memegang/menggumul tubuh lawan, tetapi dapat dibantu dengan dorongan atau sentuhan. Sapuan dapat dilakukan dengan merebahkan diri. Lawan dapat mengelakkan diri dari serangan tidak boleh melakukan serangan balik. Teknik sapuan yang dilaksanakan lebih dari 2 (dua) kali secara berturut-turut pada masing-masing babak dengan tujuan mengulur-ulur waktu akan mendapat teguran dari wasit. Yang dimaksud teknik sapuan dengan tujuan mengulur-ulur waktu ialah sapuan yang di luar jarak jangkauan serangan atau sapuan dalam jarak jangkauan serangan tetapi dilakukan dengan tidak bertenaga.
  5. Serangan bersamaan oleh kedua pesilat (apakah serangan itu sah atau tidak karena sifatnya kecelakaan) dan salah satu atau keduanya jatuh, maka jatuhan akan disahkan dengan pedoman:
    1. Jika salah satu tidak dapat bangkit akan diadakan hitungan mutlak.
    2. Jika keduanya tidak segera bangkit, maka dilakukan hitungan mutlak untuk keduanya dan apabila hal ini terjadi pada awal babak I dan keduanya belum memperoleh nilai maka penentuan kemenangan ditentukan seperti Bab II pasal 8 ayat 7.4.a.5 dan pasal 8 ayat 7.4.a.6. (tidak perlu ditanding ulang).
    3. Jika keduanya dalam hitungan ke 10 (sepuluh) tidak dapat bangkit sedangkan pesilat sudah memperoleh nilai, maka kemenangan dilakukan dengan menghitung nilai terbanyak.
  6. Jatuh Sendiri, Jika pesilat terjatuh sendiri bukan karena serangan lawan, jika tidak dapat bangkit, diberi kesempatan dalam waktu 10 (sepuluh) hitungan/detik. Jika tidak dapat melakukan pertandingan dinyatakan kalah teknik.
  7. Tangkapan
    1.  Tangkapan sebagai proses jatuhan dinyatakan gagal jika:
      1. Lawan dapat melakukan serangan balik secara sah.
      2. Lawan dapat memegang tangan atau bahu sehingga terjadi proses jatuhan.
      3. Proses jatuhan lebih dari 5 (lima detik) atau terjadi seret-menyeret atau gumul-menggumul.
      4. Ikut terjatuh waktu melakukan teknik jatuhan.
    2. Jika dalam proses tangkapan kaki pesilat yang ditangkap melakukan pegangan pada bahu dan pesilat yang menangkap dapat menjatuhkan lawannya dalam waktu 5 (lima) detik sebelum wasit memberikan aba-aba ”BERHENTI”, jatuhan dinyatakan sah.
    3. Jika rangkulan tersebut terlalu kuat sehingga menyentuh leher atau kapala atau menyeabkan keduanya terjatuh, pesilat yang merangkul diberikan Teguran.
    4. Jatuhan diluar medan laga
      1. Teknik jatuhan yang berakibat lawannya jatuh diluar medan laga, yaitu jika bagian tubuh
      2. Menyentuh garis batas medan laga, maka jatuhan dinyatakan gagal/tidak sah.
      3. Jika jatuhan berada di dalam medan laga dan pesilat menggeser keluar medan laga, jatuhan dinyatakan sah.
      4. Serangan sah yang menyebabkan lawan jatuh tidak dapat bangkit atau nanar yng dilakukan di dalam medan laga dan bergeser keluar gelanggang, pesilat diberi kesempatan dalam batas waktu 10 (sepuluh) detik untuk kembali melakukan pertangdingan maka dinyatakan kalah mutlak.
      5. Serangan sah yang dilakukan di dalam medan laga, menyebabkan lawan jatuh diluar medan laga dan tidak bangkit atau nanar, maka wasit melakukan hitungan teknik. Jika pesilat tidak dapat melanjutkan pertandingan, maka pesilat bersangkutan dinyatakan kalah teknik.
F.    Waktu dalam pertandingan pencak silat
1.    Kategori tanding
  • Untuk Remaja dan Dewasa. Pertandingan dilangsungkan dalam 3 (tiga) babak. Tiap babak terdiri atas 2 (dua) menit bersih. Diantara babak diberikan waktu istirahat 1 (satu) menit. Waktu ketika Wasit menghentikan pertandingan tidak termasuk waktu bertanding. Perhitungan terhadap pesilat yang jatuh karena serangan yang sah, tidak termasuk waktu bertanding.
  • Untuk Usia Dini dan Pra Remaja. Pertandingan dilangsungkan dalam 2 (dua) babak. Tiap babak terdiri atas 1,5 (satu setengah) menit bersih. Diantara babak diberikan waktu istirahat 1 (satu) menit. Waktu ketika Wasit menghentikan pertandingan tidak termasuk waktu bertanding. Perhitungan terhadap pesilat yang jatuh karena serangan yang sah, tidak termasuk waktu bertanding.
2.    Kategori Tunggal, Ganda dan Regu waktu yang digunakan adalah 3 menit.

G.   Pelanggaran dan Hukuman.
1.    Pelanggaran
·      Pelanggaran Ringan
  1. Tidak menggunakan pola langkah dan sikap pasang
  2. Keluar dari gelanggang secara berturut-turut. Yang dimaksud dengan berturut-turut adalah lebih dari 2 (dua) kali dalam 1 (satu) babak.
  3. Merangkul lawan dalam proses pembelaan
  4. Melakukan serangan dengan teknik sapua sambil merebahkan diri secara berulang kali dengan tujuan untuk mengulur waktu
  5. Menghubungi orang luar dengan sikap / isyarat dan perkataan
  6. Kedua pesilat pasif atau bila salah satu pesilat pasif lebih dari 5 (lima) detik
  7. Bersuara dengan teriakan (berteriak) / suara mulut / vocal yang berlebihan selama bertanding. Sebelumnya akan didahului dengan pembinaan sebanyak 2 (dua) kali dalam setiap babak
  8. Lintasan serangan yang salah yang tidak menyebabkan lawan cedera
·  Pelanggaran Berat
  1. Menyerang bagian badan yang tidak sah yaitu leher, kepala serta bawah pusat hingga kemaluan dan mengakibatkan lawan cidera / jatuh
  2. Usaha mematahkan persendian secara langsung
  3. Sengaja melemparkan lawan keluar gelanggang
  4. Membenturkan / menghantukkan kepala dan menyerang dengan kepala
  5. Menyerang lawan sebelum aba-aba ”MULAI” dan menyerang sesudah aba-aba ”BERHENTI” dari Wasit, menyebabkan lawan cidera
  6. Menggumul, menggigit, mencakar, mencengkeram dan menjambak (menarik rambut)
  7. Menentang, menghina, mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, meludahi, memancing-mancing dengan suara berlebihan terhadap lawan maupun terhadap Aparat Pertandingan (Delegasi Teknik, Ketua Pertandingan, Dewan Wasit Juri dan Wasit Juri)
  8. Melakukan penyimpangan terhadap aturan bertanding setelah mendapat Peringatan I karena pelanggaran hal tersebut.
2.    Hukuman.
Tahapan dan bentuk hukuman :
·         Teguran
  • Diberikan apabila pesilat melakukan pelanggaran ringan
  • Teguran terdiri atas Teguran I dan Teguran II
  • Teguran berlaku hanya untuk 1 (satu) babak saja
·         Peringatan. Berlaku untuk seluruh babak, terdiri atas :
  1. Peringatan I: diberikan bila pesilat melakukan :
    1.  Pelanggaran berat
    2.  Mendapat teguran yang ketiga akibat pelanggaran ringan setelah Peringatan I masih dapat diberikan teguran terhadap pelanggaran ringan dalam babak yang sama
  2. Peringatan II:
    1. Diberikan bila pesilat kembali mendapat hukuman peringatan setelah
    2. peringatan I.
    3. Setelah Peringatan II masih dapat diberikan teguran terhadap pelanggaran ringan dalam babak yang sama.
  3. Peringatan III :
    • Diberikan bila pesilat kembali mendapat hukuman peringatan setelah peringatan II, dan langsung dinyatakan diskualifikasi. Peringatan III harus dinyatakan oleh Wasit
  4. Diskualifikasi
  • Mendapat peringatan setelah peringatan I
  • Melakukan pelanggaran berat yang didorong oleh unsur-unsur kesengajaan dan bertentangan dengan norma sportivitas
  • Melakukan pelanggaran berat dengan hukuman peringatan I dan lawan cidera tidak dapat melanjutkan pertandingan atas keputusan Dokter Pertandingan
  • Setelah penimbangan 15 menit sebelum pertandingan, berat badannya tidak sesuai dengan kelas yang diikuti.
  • Pesilat terkena Doping
  • Diskualifikasi adalah gugurnya hak seorang Pesilat dalam melanjutkan pertandingan, kecuali untuk mendapatkan Medali, apabila Pesilat tersebut sudah pada babak Semi Final dan Final. Dan apabila Pesilat tersebut terkena Doping, maka gugur seluruh haknya pada pertandingan tersebut.
H.   Keributan yang sering terjadi:
      Keributan yang sering terjadi biasanya dipicu dari pihak sporter dan kadang kala karena wasit yang tidak jeli dalam memutuskan pelanggaran ataupun jatuhan.
I.      Signal atau tanda-tanda dalam perwasitan Pencak silat.
  1. Aba-aba ”BERSEDIA” digunakan dalam persiapan sebagai peringatan bagi pesilat dan seluruh aparat pertandingan bahwa pertandingan akan segera dimulai.
  2. Aba-aba ”MULAI” digunakan tiap pertandingan dimulai dan akan dilanjutkan pula, bisa pula dengan isyarat
  3. Aba-aba ”BERHENTI” digunakan untuk menghentikan pertandingan.
  4. Aba-aba ”PASANG” dan ”SILAT” digunakan untuk pembinaan.
  5. Pada awal dan akhir pertandingan setiap babak ditandai dengan pemukulan gong.
J.    Posisi wasit dalam pertandingan pencak silat

 
          Keterangan : wasit saat memimpin pertandingan pencak silat memakai pola segitiga,
      dikarenakan wasit bisa melihat dengan jelas kedua pesilat yang bertanding.

K.   Tugas- tugas wasit dan juri.
1.       Tugas Wasit ( khusus untuk Katagori Tanding )
  • Memeriksa kesiapan gelanggang dan Pesilat.
  • Memimpin pertandingan berdasarkan ketentuan pertandingan.
  • Menjaga keselamatan Pesilat.
  • Menghentikan pertandingan bila :
    • Pesilat membuat pelanggaran
    • Pesilat bergeser ke luar gelanggang
    • Pesilat terjatuh
    • Pesilat bergumul
    • Pertandingan tidak seimbang
    • Untuk memberi tegoran, peringatan atau hukuman
    • Untuk memeriksa luka-luka / cidera Pesilat
    • Situasi pertandingan terganggu
    • Pesilat mengundurkan diri
    • Diminta oleh Ketua Pertandingan
  • Menjaga kualitas pertandingan.
  • Memberi hukuman berupa Tegoran dan Peringatankepada Pesilat atau Pendamping Pesilat.
  • Memberikan isyarat kepada Juri mengenai pelanggaran dan hukuman kepada Pesilat serta pengesahan serangan jatuhan.
  • Menanyakan kepada para Juri bila terjadi keraguan dalam mengambil keputusan. Pemanggilan para Juri oleh Wasit untuk menanyakan suatu keputusan dilaksanakan ditengah gelanggang dan disaksikan oleh salah seorang Dewan Wasit Juri, setelah menempatkan kedua Pesilat di sudit netral.
  • Melaksanakan keputusan pemenang.
2.       Tugas Juri ( untuk semua katagori )
  • Memberi penilaian terhadap Pesilat dalam suatu pertandingan
  • Mencatat pelanggaran-pelanggaran
  • Menentukan pemenang berdasarkan jumlah nilai
  • Menandatangani formulir penilaian yang telah diisi
  • Menjawab pertanyaan Delegasi Teknik, Ketua Pertandingan, Dewan Wasit Juri dan Wasit bila diperlukan
  • Mengawasi pelaksanaan penimbangan Pesilat yang akan bertanding
L.    Gelanggang Pertandingan



Foto Afghan Sulung Maulana.
 KETERANGAN:
1.KETUA PERTANDINGAN (1 ORANG)
2.DEWAN WASIT JURI (3 ORANG )

3.SEKRETARIS PERTANDINGAN
4.ANGGOTA WASIT JURI (18 ORANG)
5.PAPAN NILAI
6.PENGAMAT WAKTU
7.GONG
8.PENIMBANG BERAT BADAN (2 ORANG )
9.TIM MEIS (4 ORANG )
10.SUDUT BIRU
11.SUDUT MERAH
12.SUDUT NETRAL
13.JURI (5 ORANG)


M.   Cara mengatasi protes.
              Protes dinyatakan pada ketua pertandingan saat pertandingan berlangsung. Bila masih belum
        puas dengan keputusan juri maka protes dinyatakan pada panitia dengan membayar uang protes.

N.   Kesehatan dan keselamatan atlit di arena pertandingan.
              Dalam pertandingan wasitlah yang menjada kesehatan dan keselamatan seorang atlit. Wasit
       harus tau kapan pertandingan mulai tidak masuk aturan. Dan wasit harus tau kondisi si atlit
       ketika bertanding